Iklan

logo

Exsplor Candi Risan Bersama Cucu HB 8 GRM Kukuh Hertriasning


SEMIN, (AuraGunungkidul.com) - Bukan untuk pertama kalinya keberadaan tentang candi Risan di Semin, Kabupaten Gunungkidul diekspos di berbagai media masa. Kali ini team reportase Smart News berkesempatan akan sedikit melaporkan hasil eksplorasi lebih dalam tentang candi ini bersama GRM Kukuh Hertriasning, cucu Sri Sultan HB VIII yang lebih familiar dipanggil dengan sebutan 'ndoro Aning'.

Sebagai seorang pemerhati budaya dan pelestariannya, ndoro Aning kerap kali melakukan kunjungan ke tempat-tempat yang sudah berlabel situs, baik dalam kategori pra sejarah (sebelum Masehi) maupun sudah masuk dalam masa sejarah di Gunungkidul ini. Pun tak cukup itu, beliau masih mendatangi tempat-tempat yang masih disinyalir sebagai petilasan-petilasan para leluhur yang belum tersentuh pengelolaannya oleh dinas kebudayaan. Puluhan bahkan ratusan tempat seperti ini di Gunungkidul.

Sebagaimana kita ketahui, sebagian besar leluhur sejak zaman Mataram kuno hingga kerajaan-kerajaan yang pernah menorehkan sejarah di tanah Jawa, memiliki keterkaitan dan keterikatan dengan Gunungkidul. Sebagian melakukan sesirih laku prihatin dan sebagian lainnya karena menjadi pelarian sebab adanya peperangan atau kekacauan di suatu kerajaan. Tercatat dalam sejarah, mulai dari Pajajaran di Jawa Barat hingga Majapahit dan kerajaan lainnya di Jawa Tengah serta Jawa Timur. Seperti legenda para putri Brahmana Parahyangan yang diutus dan menetap di Gunungkidul yang akhirnya menurunkan tokoh raja-raja di tanah Jawa. Lain waktu kita akan membahas ini.

Kembali ke candi Risan, dalam wawancaranya ndoro Aning mengungkapkan keprihatinannya. Meski candi Risan sudah berpredikat sebagai situs resmi di bawah pengelolaan dinas terkait namun dalam pengamatan ndoro Aning menunjukkan bahwa situs ini tidak menunjukkan keterawatannya.




"Kondisinya sangat memprihatinkan. Semoga ada tanggapan dari pemerintah kabupaten atau provinsi, dinas purbakala atau kebudayaan untuk dapat lebih merawatnya karena situs ini adalah bagian dari sejarah peradaban manusia," ungkapnya.

Perlu diketahui bahwa material candi Risan berbeda dengan candi pada umumnya yang berbahan batu hitam andesit yang berasal dari endapan lahar gunung berapi. Candi Risan berbahan dasar batu putih atau karst. Baik bangunan, pelataran hingga arca-arcanya. Dengan tekstur yang lebih lunak dibanding dengan batuan andesit maka batuan karst lebih rentan terkikis dan hancur sebab terkena terik matahari dan hujan. Untuk itu, seharusnya candi Risan yang umurnya diperkirakan lebih tua dari candi Borobudur ini perlu perhatian dan perlakuan khusus yang lebih. Ditambah menurut keterangan warga bahwa sudah banyak arca-arca yang dicuri orang.

Candi Risan ini merupakan candi dengan bentuk Vihara yang merupakan tempat suci dalam beribadah umat Budha. Kondisi candi ini sekarang kurang dapat dikenali sebagai bentuk bangunan lazimnya sebuah candi. Diperkirakan pada waktu gunung Merapi meletus hebat pada tahun 1006 M, hingga memusnahkan sebagian peradaban manusia di pulau Jawa, candi ini pun turut terkena dampaknya. Candi ini mulai terungkap dengan cara diketemukan kembali oleh Ponco Semitro, simbah dari Hadi Pranolo alias Samijo (80an tahun), juru kunci yang sekarang.

"Dulu yang menemukan candi ini adalah mbah saya Ponco Semitro, dia seorang pertapa. Waktu ditemukan bangunan candi masih terlihat tinggi, belum hancur seperti ini. Di atasnya masih ada arcanya," jelas Samijo.

Asal usul nama asli candi ini pun masih misteri, hingga sekarang belum diketemukan bukti nyata berupa prasasti atau semacamnya. Hanya ketika diketemukan Ponco Semitro, dikarenakan lokasi candi merupakan area perbatasan antara kedaulatan Kasultanan Yogyakarta dan wilayah Kasunanan Surakarta maka tersebutlah nama 'irisan' (potongan). Hingga akhirnya tempat ini terkenal dengan nama 'Candi Risan'.

Beberapa warga sempat menemukan bagian-bagian candi yang nilainya sangat berharga, diantaranya berupa arca-arca yang berbahan tembaga di sekitaran candi.

"Saat ini arca-arca tembaga itu sudah diamankan di kapanewon (kecamatan). Kemudian di sisi pelataran lainnya pernah dilakukan observasi penggalian oleh dinas purbakala dan diketemukan semacam kolam pemandian," imbuhnya.

Sangat disayangkan apabila peninggalan budaya dan bukti sejarah seperti ini kurang dirawat secara intensif oleh pihak-pihak yang memangku kepentingan. Mengingat rentannya material candi yang digunakan dan sistem keamanan yang tidak maksimal. Masih banyak hal yang bisa dilakukan semua pihak, termasuk warga masyarakat demi harta yang tak ternilai harganya untuk diwariskan ke anak cucu di masa yang akan datang.


(Heru Susanto)



Tonton Juga


Posting Komentar

0 Komentar