"Simbahnya simbok itu bernama mbah Tirto Wijoyo, punya orang tua namanya mbah Pantes dan punya orang tua mbah Demplu. Kemungkinan besar mbah Demplu inilah penemu rumah ini. Ketika ditemukan di antara gerumbul semak belukar, di dalam rumah ini juga ada peninggalan sebilah keris dan tombaknya. Sekarang juga masih ada," jelas Sujono.
Rumah tiban ini sekarang sudah berkembang berbentuk cere gancet, ada penambahan bangunan kayu berbentuk limas juga sebagai serambi depannya. Rumah ini pun tergolong rumah tua dengan kerangka kayu berukuran yang tak kalah besarnya dengan omah tiban. Dibangun pada masa muda orang tuanya mbah Lasiyem. Bisa disimpulkan rumah ini pun sudah berusia lebih dari 100 tahun. Keadaan kedua rumah ini masih murni tanpa ada rehab yang bersifat permanen. Kondisi lantainya pun masih asli tanah. Dinding penutup keliling rumah masih berupa gebyog kayu. Cuma ada sedikit modifikasi kaca di jendela-jendelanya. Tapi betul-betul belum tersentuh pembenahan yang bersifat permanen
Menurut keterangan seorang pengurus Desa Budaya di lain Kalurahan, salah satu pilar sebuah desa atau kalurahan di DIY, dapat menyandang sebagai Desa atau Kalurahan Budaya adalah jika memiliki tata kelola lingkungan dan peninggalan arsitektural tradisional sebagai cagar budaya. Dan keberadaan sebuah rumah beradat Jawa yang masih murni tanpa ada rehab permanen dan berumur paling tidak lebih dari 100 tahun dapat dikategorikan menjadi salah satu pilar budayanya serta akan mendapatkan perhatian khusus dari dinas terkait sebagai wujud pelestariannya
Sangat disayangkan bila hal ini terbiarkan tanpa ada sentuhan pemerintah dan terabaikan dari segi pelestariannya maka kelak peninggalan leluhur seperti ini akan musnah ditelan zaman. Anak cucu generasi mendatang hanya akan mendapatkan cerita bahwa rumah tradisional Jawa, khususnya Yogyakarta bentuknya tinggal seperti di gambar atau foto, tidak dapat lagi melihat dalam wujud yang sebenarnya dengan kualitas bahan original yang digunakan
Tonton Juga
0 Komentar